Senin, 24 November 2014

Tugas Softskill III


Nama    :  Hanifah Febrilla
NPM    :  14214761
Kelas   :  1EA28          
Ilmu Budaya Dasar

1.      Perbedaan antara Budaya Nasional dan Budaya Internasional
·         Budaya Nasional adalah gabungan dari budaya daerah yang ada di Negara tersebut. Itu dimaksudkan budaya daerah yang mengalami asimilasi dan akulturasi dengan dareah lain di suatu Negara akan terus tumbuh dan berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan dari Negara tersebut. Contohnya Pancasila sebagai dasar negara, Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 12 Oktober 1928 yang diikuti oleh seluruh pemuda berbagai daerah di Indonesia yang membulatkan tekad untuk menyatukan Indonesia dengan menyamakan pola pikir bahwa Indonesia memang berbeda budaya tiap daerahnya tetapi tetap dalam satu kesatuan Indonesia Raya dalam semboyan “bhineka tunggal ika”.
·         Budaya Internasional adalah bentuk perubahan budaya yang dilandasi oleh perubahan dan perkembangan zaman yang mempengaruhi budaya lokal yang dinamakan faktor globalisasi. Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang tidak mengenal batas wilayah dan menghubungkan antara masyarakat di suatu negara dengan masyarakat di negara lain di seluruh dunia. Faktor globalisasi meliputi integrasi internasional yang terjdi karna pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. 

2.      Cara Melestarikan Budaya Indonesia agar tidak punah
a.       culture experience
culture experience adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung. seperti contoh masyarakat dianjurkan mempelajari tarian daerah dengan baik. agar dalam setiap tahunnya tarian ini dapat di tampilkan dan diperkenalkan pada khalayak dengan demikian selain dapat melestarikan budaya kita juga dapat meemperkenalkan kebudayaan kita pada orang banyak.

b.      culture knowledge
culture knowladge merupakan pelestarian budaya dengan cara membuat pusat informasi kebudayaan. sehingga mempermudah seseorang untuk mencari tahu tentang kebudayaan. selain itu cara ini dapat menjadi sarana edukasi bagi para pelajar dan dapat pula menjadi sarana wisata bagi para wisatawan yang ingin mencari tahu serta ingin berkunjung ke indonesia dengan mendapatkan informasi dari pusat informasi kebudayaan tersebut.
selain 2 hal tersebut kita juga dapat melestarikan kebudayaan dengan cara sederhana berikut:
a. meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memajukan budaya lokal.
b.  lebih mendorong kita untuk memaksimalkan potensi budaya lokal beserta pemberdayaan dan pelestariannya.
c. berusaha menghidupkan kemballi semangat toleransi kekeluargaan, keramah-tamahan dan solidaritas yang tinggi.
d. selalu mempertahankan budaya indonesia agar tidak punah.
e. mengusahakan agar semua orang mampu mengelola keanekaragaman budaya lokal. oleh sebab itu kita sebagai warga indonesia sudah seharusnya berbangga dengan jutaan keindahan alam serta keanekaragaman budaya yang kita miliki. dan sudah sepatutnya kita melestarikan kebudayaan ini agar terus berkembang dan dapat di perkenalkan kepada seluruh dunia agar tidak ada peng-klaiman dari negara asing yang mengakui kebudayaan indonesia sebagai kebudayaannya.

1.      Keunggulan serta keindahan pulau Dewata Bali dan Budaya yang terdapat di Bali

  A.  Bali menjadi tempat favorit bagi para wisatawan

Bali merupakan tempat tujuan wisata yang populer di Indonesia. Bali sangat terkenal dengan keindahan pantai pantainya. Akan tetapi bukan hanya itu saja, Pulau Bali masih menyimpan berbagai tempat wisata menarik yang walau tidak seramai pantai kuta tetapi memiliki keindahan yang tetap mengagumkan. Banyak wisatawan yang kadang tidak tahu tempat-tempat tersebut. Hal ini dikarenakan kalah pamor dengan tempat-tempat wisata lain yang telah terlebih dahulu terkenal.
Namun dari sisi yang berbeda mengapa bali tetap menjadi tujuan wisata populer bagi wisatawan seluruh dunia adalah faktor ekonomis, ditambah pemandangan alam yang menakjubkan dan masih banyak lagi.
Berikut adalah alasan-alasan para wisatawan menjadikan bali sebagai tujuan wisata menurut kutipan sebuah perusahaan perjalanan Expedia and Escape Travel.
·         Penduduk Yang Ramah


Bali adalah rumah bagi penduduk yang paling ramah di dunia, dimana para turis dan wisatawan selalu disambut dengan hangat dalam senyuman. Para wisatawa merasa nyaman apabila kondisi masyarakat tempat nya berwisata seperti ini.

·         Kaya Warisan Budaya


Dibali terdapat masyarakat yang kaya akan cara hidup tradisional dan spiritual. Ada 20.000 lebih candi di pulau bali yang menjadi bagian kehidupan spiritual sehari-hari masyarakat bali. Festival-festival budaya dan upacara-upacara keagamaan yang penuh warna dengan tari-tarian dan musik rutin dilakukan.

·         Keindahan Alam



Bali dengan segala pesona keindahan alam nya, pegunungan, danau, gua suci, hutan tropis dan pantai yang dramatis merupakan favorit wisatawan.

·         Berburu Air Terjun


Air Terjun Gitgit yang terletak di sebelah selatan kota singaraja, sekitar 70km dari kota Denpasar. Dengan luas kurang lebih 40 meter air terjun Gitgit dengan kolam nya yang eksotis, selain indah air terjun ini juga memiliki cerita-cerita unik menurut penduduk lokal. Masih banyak lagi air terjun di bali untuk dieksplorasi wisatawan.

       -   Berbelanja


 adalah surga untuk berbelanja, pasar di Kuta, Ubud dan Sukawati dengan segala begitu banyak kios yang menjual segala macam pernak-pernik.

·         Ekonomis



Bali adalah tujuan wisata yang Ekonomis dimana segala nya terjangkau mulai dari penerbangan dan paket perjalanan yang tersedia. Biaya makanan, belanja dan segala biaya untuk hidup di Bali cukup murah.

·         Petualangan


Bali menyajikan segala macam pengalaman wisata petualangan alam dari wahana air waterboom, arung jeram, outbound di gunung Kintamani memberikan pengalaman luar biasa bagi wisatawan dari segala usia.

      B. Budaya yang terdapat di Bali


Kehidupan Sosial dan Budaya

Ritual upacara menjelangTahun Baru Saka | Foto dari: ruanghati.com
Tatanan sosial di Bali dibangun atas pembagian strata sosial yang dibagi ke dalam:
1.       Brahma, merupakan strata tertinggi yang diisi oleh para rohaniawan.
2.       Ksatria, merupakan strata yang diisi oleh para bangsawan dan pejabat kerajaan
3.       Waisya, merupakan strata yang diisi oleh para prajurit dan pedagang
4.       Sudra, strata untuk masyarakat biasa.
Meski bergelut dengan hantaman arus globalisasi yang dibawa bersamaan dengan para turis dan pedagang asing, serta derasnya informasi dan teknologi yang masuk, kebudayaan khas yang telah lama mengakar tetap kokoh sebagai ciri khas mereka.
Nama masing-masing individu dapat dilihat sebagai penunjuk strata sosial sekaligus eksistensi budaya yang ada di Bali, misal: Ida Bagus atau Ida Ayu merupakan nama yang dipakai oleh para Brahmana. Anak Agung Cokorda atau Dewa merupakan nama yang digunakan oleh para Ksatria. I Gusti merupakan nama yang digunakan bagi para Waisya, dan Wayan, Made, Nyoman, Ketut digunakan oleh para Sudra.



1. Upacara Kelahiran (Jatakarma Samskara)
Berbagai upacara dimulai sejak hari sebelum kelahiran. Misalnya, terdapat serangkaian larangan bagi ibu yang sedang hamil, yakni: tidak boleh makan makanan yang berdarah segar, hukumnya tidak boleh seperti ketika seorang wanita yang sedang menstruasi memasuki kuil; ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan untuk memakan daging kerbau atau babi; tidak boleh melihat orang yang terluka atau darah apalagi melihat orang yang meninggal; dan harus diam di rumah dengan upacara penyucian yang memungkinkan kelahirannya berjalan normal.
Bapak dari sang bayi diharapkan untuk hadir pada saat hari kelahiran sang bayi dan menemani sang istri. Ketika sang bayi lahir, sang bapak harus memotong ari-ari dengan menggunakan pisau bambu, lalu dimasukkan ke dalam kantung, dan kemudian dilingkarkan di leher sang bayi di kemudian hari.
Pada hari ke 21 setelah kelahiran sang bayi, menurut kalender Bali, sang bayi akan dipakaikan pakaian, seperti; gelang dari emas atau perak sesuai dengan sistem sosial yang ada. Ukuran kedewasaan bagi wanita ditentukan dari waktu pertama kali mengalami menstruasi dan kesiapan untuk menikah
Upacara kelahiran dan pubertas hanya merupakan pembuka dari serangkaian upacara dan perayaan yang menemani perjalanan setiap kegiatan keseharian masyarakat Bali, dari makan sampai menjelang tidur, dari berjalan sampai dengan bertutur kata.

2.  Upacara Potong Gigi (Mepandes)
Di antara upacara transisi yang dijalankan oleh masyarakat Bali yaitu upacara potong gigi atau disebut juga mepandes, yaitu mengikis gigi bagian atas yang berbentuk taring. Tujuan upacara ini adalah untuk mengurangi sifat buruk (sad ripu). Upacara potong gigi dilaksanakan oleh Pandita/Pinandita dan dibantu oleh seorang sangging (sebagai pelaksana langsung).




3.  Upacara Perkawinan (Pawiwahan)
Upacara transisi penting lainnya adalah pernikahan yang dalam bahasa Bali disebut Pawiwahan. Pawiwahan merupakan upacara persaksian ke hadapan Sang Hyang Widi dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri.
4.  Upacara Kematian (Ngaben)
Upacara kematian yang dilakukan dengan cara kremasi merupakan upacara yang spektakuler dan dramatis karena merupakan rangkaian akhir dari roda kehidupan manusia di bumi. Menurut ajaran Hindu, roh bersifat immortal (abadi) dan setelah bersemayam dalam jasad manusia, akan bereinkarnasi, tapi sebelum bereinkarnasi, roh akan melewati sebuah fase di nirwana dan akan disucikan; dan sesuai dengan catatan kehidupan seseorang di bumi (karma) maka roh akan dikirim ke kasta rendah atau tinggi, dan kremasi merupakan proses penyucian roh dari dosa-dosa yang telah lalu.


Secara filosofis, di Bali ada beberapa sarana utama yang dipakai dalam upacara kematian (ngaben), sesuai naskah Yama Purwwa Tattwa, di antaranya; pisang jati sebagai warna, asep sebagai mata, nasi angkeb sebagai mulut, bubur pirata sebagai suara, dukut lepas sebagai dubur, cawan sebagai dahi, daun kayu sugih sebagai hidung, kusa sebagai bulu mata, jawa sebagai alis, pili-pili sebagai ulu hati, panjang ilang sebagai lidah, ending sebagai bibir, don rotan sebagai punggung, asep sebagai gusi, pengawak sebagai tulang belakang, tebu sebagai lengan, cendana sebagai tulang kelingking, rempah-rempah sebagai inti atau sebagai atma. Panyugjug sebagai jalan, panyugjug mameri sebagai penuntun yang paling depan, baju (wastra) sebagai kulit, kain wangsul sebagai telapak kaki, topi sebagai lutut, ganjang/ganjaran berisi uang sebagai tulang lutut, sangku sebagai kantung kemih, kipas sebagai nafas, kotak sebagal daging, tiga sampir sebagai urat, dan gagadhing, emba-embanan sebagai kepala.
Oleh karena itu, masyarakat Bali tidak menganggap kematian sebagai akhir dari segala-galanya namun merupakan sebuah fase kehidupan baru. Oleh karenanya sering mengucapkan pesan seperti yang tercantum dalam Bhagavadgita yaitu, “the end of birth is death, the end of death is birth” yang berarti akhir dari keidupan adalah kematian dan awal dari kematian adalah kehidupan.
5.  Kesenian

Musik, Tarian, dan Patung merupakan tiga bidang kesenian yang menjadi pusat konsentrasi eksplorasi kreatifitas seni masyarakat di Bali.
6.  Musik
Dalam hal seni musik, suara gamelan hampir berdengung di seantero tanah Bali; di pura, alun-alun, istana, dsb. Alat musik tersebut ditemani oleh kelengkapan instrumen musik lainnya seperti: gong, ceng-ceng, saron, gambang, dll. Komposisi instrumen tersebut dapat berubah sesuai dengan wilayah dan peruntukan pertunjukkan yang digelar.


6.  Tarian
Selain seni musik, tarian-tarian khas Bali merupakan pertunjukkan seni yang menarik perhatian. Terdapat berbagai jenis tarian dengan fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya semisal: untuk upacara keagamaan, pertunjukkan drama atau musikal, upacara peperangan, dan masih banyak lagi.
Di antara tarian tersebut yang paling terkenal adalah tari Legong Keraton. Kata Legong berasal dari kata “leg” yang artinya luwes atau elastis dan kemudian diartikan sebagai gerakan lemah gemulai (tari). Selanjutnya kata tersebut dikombinasikan dengan kata “gong” yang artinya gamelan, sehingga menjadi “Legong” yang mengandung arti gerakan yang sangat terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Adakalanya tarian ini dibawakan oleh dua orang gadis atau lebih dengan menampilkan tokoh Condong sebagai pembukaan dimulainya tari Legong ini, tetapi ada kalanya pula tari Legong ini dibawakan satu atau dua pasang penari tanpa menampilkan tokoh Condong lebih dahulu. Ciri khas tari Legong ini adalah pemakaian kipas para penarinya kecuali Condong.

Tari Jauk



Gamelan yang dipakai mengiringi tari Legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan. Lakon yang biasa dipakai dalam Legong ini kebanyakan bersumber pada:
·         cerita Malat khususnya kisah Prabu Lasem,
·         cerita Kuntir dan Jobog (kisah Subali Sugriwa),
·         Legod Bawa (kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa),
·         Kuntul (kisah burung),
·         Sudarsana (semacam Calonarang),
·         Palayon,
·         Chandrakanta dan lain sebagainya.
Beberapa daerah mempunyai Legong yang khas, misalnya:
·         Didesa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang lain, dinamakan Andir (Nandir).
·         Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari Legong yang memakai topeng dinamakan
Sanghyang Legong atau Topeng Legong.
Selain tari Legong Keraton, tarian lainnya yang tak kalah terkenal adalah tari Kecak, juga tari Pendet yang pada tahun 2009 ini menjadi sorotan media dalam dan luar negeri terkait dengan pengklaiman tari Pendet sebagai warisan budaya negeri Jiran, negeri tetangga Indonesia yang sedang memulai pembangunan jati diri bangsanya.

7.  Keyakinan
Keyakinan masyarakat Bali atau Hindu Bali merupakan fenomena kompleks yang dibangun dari berbagai aspek; Hindu Siwa dan Budha serta berpadu dengan tradisileluhur dan alam. Dalam beberapa upacara adat dan ritual keagamaan terdapat perbedaan dari satu wilayah dengan wilayah lain.

Dalam keyakinan masyarakat Bali, gunung Mahameru/ Meru mempunyai kedudukan yang istimewa di hati mereka. Mahameru menggambarkan titik penting atau sebagai Rama (Bapak) dari kehidupan; darisanalah para Dewa mengatur kehidupan. Di pulau Bali, gunung sebagai kosmos merupakan sesuatu yang dominan dalam keyakinan dan arsitektur. Bagian penting dari ritual keagamaan dalam masyarakat Bali adalah upacara yang dilakukan di gunung tertinggi di Bali yaitu gunung Agung yang dianggap sebagai ‘puser bumi’, dimana di kaki gunung Agung tersebut terdapat Pura Besakih.
Di Pura Besakih, selain perayaan dan upacara tahunan yang diatur oleh kalender keagamaan, ada juga upacara besar untuk penyucian alam semesta yang disebut Eka Dasa Rudra, yang digelar setiap 100 tahun sekali.

Di abad 20 yang lalu tepatnya di tahun 1963, gunung Agung meletus setelah bangun dari tidur selama beberaba abad dan merenggut kurang lebih 1200 orang serta menghancurkan banyak desa.Masyarakat Bali melihat tragedi tersebut sebagai sebuah simbol kemarahan dari para Dewa dan oleh karenanya upacara tersebut kembali digelar pada tahun 1979 atau 1900 berdasarkan perhitungan Saka.
Simbolisasi dari kosmologi gunungan dapat dilihat pada struktur arsitektur Candi Bentar atau karakteristik gerbang yang membentuk sebuah menara yang berlekuk menyerupai dua bagian piramida yang terpisah menjadi dua, yang menggambarkan dua bagian gunung keramat, satu bagian gunung Agung dan satu bagian gunung Batur. Simbol umum lainnya adalah meru; ratusan pagoda yang berdiri di tempat-tempat suci, dan di pelataran candi dibangun pada lapisan batu yang memiliki serangkaian bentuk atap yang menyerupai piramida yang ditutup oleh daun palem hitam dengan jumlah sebelas (jumlah yang ditetapkan berdasarkan keyakinan Hindu terkait dengan tatanan alam semesta).
Keyakinan, upacara, dan perayaan keagamaan membimbing kehidupan masyarakat Bali sejak dilahirkan dan membentuk paduan dalam kehidupan berkeluarga dan sosial. Peraturan agama menentukan tata ruang desa, bentuk candi, struktur rumah, dan sederet hak dan tanggung jawab di desa. Dalam pandangan kalender keagamaan, hari libur, perayaan dan sistem ditetapkan.

-Sumber

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia

http://www.lagingetop.com/travel/2014/03/26/221/alasan-wisatawan-memilih-bali-sebagai-tujuan-wisata

http://www.wacananusantara.org/mengenal-budaya-bali-lebih-dekat/



Senin, 10 November 2014

Kebudayaan Diri Sendiri


Tugas Softskill II

ama     : Hanifah Febrilla
NPM    : 14214761
Kelas    : 1EA28
Universitas Gunadarma

·       Kebudayaan diri sendiri

Daerah istimewa Jogjakarta (Yogyakarta) adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enclave di Yogyakarta.

Pemerintah daerah istimewa Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari tahun 1945 bahkan sebelum tahun tersebut. Bebarapa minggu setelah proklamasi 17 agustus 1945, atas desakan rakyat dan setelah melihat kondisi yang ada, Hamengkubuono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan amanat 5 september 1945. Isi dekrit tersebut adalah “integrasi monarki Yogyakarta kedalam republic Indonesia. Dekrit dengan isi yang sama juga dikeluarkan oleh Paku Alam VII I pada hari yang sama.

Daerah istimewa Jogjakarta memiliki berbagaimacam budaya, dari kesenian contohnya tarian, seni rupa, seni music dan yang lainnya. DIYogyakarta sendiri juga memiliki berbagai macam adat dan tradisi, upacara adat adalah salah satu kebudayaan yang sampai saat ini masih sering dilakukan oleh masyarakan DIYogyakarta. Dari bahasa daerahnya sendiri, DIYogyakarta
 merupakan pusat bahasa dan sastra jawa.

·       Budaya Adat DI Yogyakarta

           Bila kita membahas ini, akan terpusat pada adat istiadat dan budaya yang ada di Kraton Yogyakarta yang merupakan pusat budaya Yogyakarta khususnya.
 Pada perjanjian Giyanti tahun 1755 yang secara politis terbelahnya kerajaan Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, juga menyangkut perjanjian budaya antara Sunan Paku Buwono III dengan Sultan Hamengku Buwono I, yaitu antara lain bahwa Kasultanan Yogyakarta tetap melestarikan budaya Mataram Islam , sedangkan Surakarta mengadakan modifikasi meski masih berpijak pada budaya Mataram Islam. Adapun yang akan kita bahas di sini adalah tentang upacara adat dan budaya di Kraton Yogyakarta, yang terdiri atas:

1.       Upacara Inisiasi, yang terdiri atas:

a.     Parasan

 Yaitu upacara potong rambut yang pertama kali bagi seorang putera sultan. Dilakukan saat bayi berumur selapan (35) hari.
 Perlengkapannya a.l.: sajen-sajen, air dengan bunga setaman, handuk, sabun, alat cukur, dan pakaian bayi.
 Jalannya upacara :
 Setelah semua perlengkapan siap di tempat upacara, Sri Sultan hadir dan duduk di atas kasur (Palenggahan Dalem), kemudian memerintahkan kepada kyai pengulu untuk memulai do’a bagi putera sultan yang akan di cukur. Setelah do’a selesai, segera Sri Sultan mencukur rambut puteranya, dilanjutkan oleh ibunya hingga selesai. Rambut selanjutnya ditanam, setelah itu, bayi segera dimandikan dengan air bunga dan diberi pakaian yang bagus, dan upacarapun selesai.


 
b.     Tedhak Siten

 Yaitu upacara menginjak tanah yang pertama kali. Dilakukan bila anak berusia 7,8, atau 9 bulan bila anak sudah mulai berdiri.
 Perlengkapannya a.l.: sajen-sajen, air bunga setaman, handuk, sabun, alat mandi, tangga (ondho) dari pohon tebu, alat-alat tulis, uang, mainan, yang semua ini diletakkan di dalam kurungan (sangkar) yang khusus dan dihias dengan bunga.
 Jalannya upacara :
 Setelah Sri Sultan hadir, segera upacara di mulai dari do’a kyai pengulu. Selesai do’a, anak beserta emban (Inang Pengasuh) masuk dalam kurungan. Anak dibimbing untuk memilih benda-benda yang ada di dalam kurungan. Bila anak memilih uang, ia dianggap kelak akan menjadi orang kaya. Kemudian sianak dibimbing untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Selanjutnya si anak di mandikan dengan air bunga. Setelah selesai, ibu dari si anak menyebar udhik-udhik, yaitu berupa uang logam dan beras kuning.
 Terkadang upacara ini dilanjutkan dengan upacara Panggangan, yaitu anak menarik pisang saja dengan jumlah lirang genap bertongkatkan ayam (ingkung) yang disunduk sebagai teken saat berjalan yang pertama.



c.      Supitan

 Yaitu upacara sunatan
 Perlengkapannya a.l.: krobongan (ruang berbentuk segi empat ditutup dengan kain sutra putih yang didalamnya ada sebuah kursi dan sajen-sajen). Pakaian: kepala dengan songkok (bagi putera permaisuri) atau puthut, baju bludiran tanpa lengan, kamus dan timang, kain pradan.
 Jalannya upacara :
 Setelah segalanya siap, Sri Sultan memerintahkan kepada Narpa Cundhaka (ajudan) untuk memanggil putera yang akan disunat. Dengan dibimbing oleh seorang Pangeran dan beberapa orang pembawa alat perlengkapan yaitu kebut, ode kollonye, sapu tangan, minum dan cengkal perak, ia langsung masuk kedalam krobongan untuk disunat. Namun sebelumnya ia di do’akan terlebih dahulu. Begitu disunat, dihormati dengan bunyi gamelan Kodhok Ngorek. Setelah selesai ia langsung caos bekti (sungkem) kepada Sri Sultan. Setelah sungkem ia kembali ke Kasatriyan untuk beristirahat. Dan upacara selesai.

d.     Tetesan

 Yaitu upacara sunatan bagi perempuan. Dilaksanakan setelah menempuh usia 8 tahun.
 Perlengkapannya a.l.: 2 buah krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi dan pakaian kebesaran.
 Jalannya upacara :
 Setelah segala perlengkapan siap, Sri Sultan hadir dan memerintahkan kyai pengulu untuk mendo’akan puteri yang akan disunat. Usai berdo’a, puteri dibopong oleh seorang emban masuk dalam krobongan dan di sunat oleh seorang bidan. Setelah selesai lalu ia dimandikan di krobongan yang lain dengan air bunga serta dirias dengan busana berkain sabuk wala pradan. Selanjutnya ia caos bekti (sungkem) kepada Sri Sultan.

e.     Tarapan

 Yaitu upacara yang diadakan saat puteri menstruasi pertama.
 Perlengkapannya a.l.: krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi, dan busana.
 Jalannya upacara :
 Setelah semua siap, Sri Sultan Hadir dan menyuruh kyai pengulu untuk berdo’a. Puteri dimandikan dalam krobongan dengan air bunga. Setelah selesai ia dirias dengan menggunakan pakaian kebesaran berupa pinjungan dengan kain batik pradan. Selanjutnya ia sungkem kepada Sri Sultan, dan upacarapun selesai.

f.       Perkawinan

 Upacara yang berhubungan dengan perkawinan dilakukan selama beberapa hari, dimulai dengan :
 · Upacara Nyanti: calon menantu Sri Sultan masuk ke Kraton untuk di sangker (karantina). Bagi pria menginap di Dalem Kasatriyan dan wanita di Emper Bangsal Prabeyaksa.
 · Hari berikutnya diadakan Upacara Siraman: memandikan calon pengantin. Bagi pria bertempat di Gedhong Pompa Dalem Kasatriyan dan wanita bertempat di kamar mandi Dalem Sekar Gedhatonan.
 · Malam harinya di adakan Upacara Midadareni. Pada malam ini bagi calon mempelai wanita di adakan Upacara Tantingan, yaitu menanyakan kepada calon mempelai wanita apakah sudah siap melaksanakan Upacara Pernikahan dengan calon suaminya. Bagi puteri Sri Sultan yang melakukan penantingan adalah Sri Sultan sendiri. Sedangkan bagi calon mantu Sri Sultan yang melakukan adalah orang tuanya sendiri.
 · Pagi harinya diadakan Upacara Akad Nikah di Masjid Panepen.
 · Siang harinya diadakan Upacara Panggih yang berlangsung di Tratag Bangsal Kencana dengan pakaian kebesaran pengantin corak basahan. Selesai upacara ini diadakan Upacara Pondhongan (Bila menantu Sultan itu pria).
 · Sore harinya diadakan Upacara Kirab mengelilingi benteng.
 · Malam harinya diadakan Upacara Resepsi.
 · Pagi harinya diadakan Upacara Pamitan: yaitu kedua pengantin pamit kepada Sri Sultan Untuk pulang ke rumah pengantin pria, di luar Kraton.



 2. Siraman Pusaka
 Yaitu Upacara membersihkan segala bentuk pusaka yang menjadi milik Kraton. Diadakan setiap bulan Suro pada hari Jum’at Kliwon atau Selasa Kliwon dari pagi hingga siang hari. Biasanya dilakukan selama dua hari. Adapun bentuk pusaka yang dibersihkan antara lain: tombak, keris, pedang, kereta, ampilan (banyak dhalang sawunggaling), dan lain-lain.
 Pusaka yang dianggap paling penting yaitu: tombak K.K. Ageng Plered, keris K.K. Ageng Sengkelat, kereta K. Nyai Jimat. Khusus Sri Sultan membersihkan K.K. Ageng Plered dan Kyai Ageng Sengkelat, setelah itu selesai baru pusaka yang lain dibersihkan oleh para Pangeran, Wayah Dalem dan Bupati.

 3. Ngabekten
 Yaitu Upacara Sungkem dari para kerabat Kraton Yogyakarta. Upacara ini diadakan setiap bulan syawal bersamaan dengan perayaan Idul Fitri. Upacara ini dilaksnakan selama dua hari. Sri Sultan menerima permohonan ma’af dari para kerabat Kraton yakni para Bupati, Pangeran, Tentana Dalem (wayah, buyut, dan canggah) kaji, dan wedana. Upacara ini dilaksanakan di Bangsal Kencana dan di Emper Bangsal Prabayeksa. Untuk para pangeran, bupati, pengulu dan kaji serta wedana dilaksanakan di Bangsal Prabayeksa Kencana. Untuk para sentana dalem pria di Emper Bangsal Prabeyaksa. Untuk sentana dalem perempuan di Tratag Bangsal Prabeyaksa.

 
 4. Sekaten
 Perayaan sekaten diadakan pada bulan Maulud atau bulan Robiul Awal, dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW, dilangsungkan selama 6 hari berturut-turut, dimulai tanggal 6 s.d. 12 bulan Maulud. Dalam perayaan sekaten ini dimainkan dua perangkat gamelan pusaka yang dikenal dengan nama K.K. Gunturmadu dan K.K. Nagawilaga atau juga disebut K.K. Sekati.
 Sementara itu di alun-alun utara diadakan keramaian dengan berbagai pertunjukkan hiburan dan pameran..
 Pertama-tama gamelan sekaten dibunyikan di Bangsal Ponconiti, kira-kira jam 00.00 WIB kedua gamelan diusung ke Masjid Besar sebelah barat alun-alun dan diletakkan di Bangsal Pagengan sebelah utara dan selatan. Dan selanjutnya gamelan tersebut ditabuh setiap hari kecuali hari jum’at.
Pada tanggal 12 Rabiul Awal, Sri Sultan hadir di Masjid Besar langsung menuju ke tempat gamelan dan menyebar udhik-udhik kearah gamelan dan masyarakat yang hadir di situ. Kemudian Sri Sultan masuk ke Masjid Besar untuk mendengarkan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh K. Pengulu. Tepat pada pukul 00.00 Sri Sultan kembali ke Kraton. Sepulangnya beliau, gamelan sekaten juga dikembalikan ke dalam Kraton.
 Pada pagi harinya diadakan Upacara Grebeg. Pada upacara ini dikeluarkan Gunungan dari Keraton yang di bawa ke Masjid Besar dan ke Pakualaman. Gunungan ini terdiri dari Gunungan Jantan, Betina, Darat, Pawuhan, Gepak, dan Kutuk. Pada grebeg Maulud tahun Dal, semua gunungan itu dikeluarkan. 

5. Labuhan
 Upacara ini diadakan setiap peringatan Jumenengan Dalem ke Parangkusumo.

 6. Busana
 Di dalam Keraton Yogyakarta berlaku suatu peraturan secara turun temurun apabila mereka masuk Kraton, yaitu:

a. Bagi Perempuan
 Berkain wiron, berangkin (kemben) yang dikenakan dengan cara ”ubet-ubet”, gelung tekuk, tanpa baju dan tanpa alas kaki.


  

b. Bagi Laki-laki
 Berblangkon, baju pranakan, kain batik dengan cara wiron engkol, berkeris (Bagi yang berpangkat bekel ke atas), dan tanpa alas kaki.
 Pakaian tersebut di atas digunakan sehari-hari. Bila ada acara, mempunyai aturan tersendiri, berlaku bagi kerabat keraton, dan tidak berlaku bagi wisatawan.




·        Bahasa

 Di dalam Kraton Yogyakarta bahasa sehari-hari yang digunakan disebut bahasa bagongan atau bahasa kedhatonan. Terdiri dari 11 (sebelas) kata, yaitu:
 - Henggeh artinya inggih atau iya.
 - Mboya artinya mboten atau tidak.
 - Menira artinya kula atau saya.
 - Pekenira artinya panjenengan atau kamu.
 - Punapi artinya punapa atau apa.
 - Puniki artinya punika atau ini.
 - Puniku artinya punika atau itu.
 - Wenten artinya wonten atau ada.
 - Nedha artinya mangga atau mari.
 - Besaos artinya kemawon atau hanya.
 - Seyos artinya sanes atau lain.
 Bahasa ini mulai berlaku sejak pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang memerintah Kerajaan Mataram tahun 1612 -1645, dan dilanjutkan Sultan Hamengku Buwono I yang memerintahkan Kraton Yogyakarta tahun 1755. Bahasa ini berlaku bagi kerabat kraton bila di dalam Kraton. Mereka berbahasa Krama Inggil khusus hanya kepada Sultan saja, dan Sultan berbahasa Ngoko pada semua kerabat, kecuali pada saudara Sultan yang lebih tua digunakan bahasa Krama Inggil.



·         Kesenian Yogyakarta

Ada banyak kesenian tradisional di Jogjakarta atau Jawa. Berikut ini beberapa kesenian jawa tradisional Jawa, yang juga merupakan budaya Jawa.

a.       WAYANG

Wayang dalam bentuk yang asli merupakan kreasi budaya orang Jawa yang berisi berbagai aspek kebudayaan Jawa. Wayang sudah ada jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia. Pada jaman Neolitikum pertunjukan wayang awalnya terdiri atas upacara-upacara keagamaan yang berlangsung di malam hari untuk persembahan kepada “Hyang”. Pertunjukan wayang ceritanya menggambarkan jiwa kepahlawanan para nenek moyang yang ada dalam mitologi.

Pada masa sekarang pertunjukan wayang sudah sangat berbeda jika dibandingkan dengan pertunjukan yang sama dimasa lampau. Dahulu wayang digambarkan sesuai dengan wajah nenek moyang.

Orang Jawa gemar sekali menonton wayang karena ceritanya berisi pelajaran-pelajaran hidup yang sangat berguna yang dapat dijadikan pedoman dan tuntunan di dalam menjalani hidup di masyarakat. Berdasarkan cerita dan penyajian kira-kira ada 40 jenis wayang yang ada di Indonesia, diantaranya wayang beber, wayang klithik, wayang kulit, wayang krucil dan wayang thengul atau wayang golek. Pementasan wayang selalu diiringi dengan musik gamelan.




b.      WAYANG KULIT

Wayang kulit biasanya dibuat dari kulit kerbau atau kulit lembu. Wayang kulit kini telah menjadi warisan budaya nasional dan sudah sangat terkenal di dunia sehingga banyak orang asing yang datang dan mempelajari seni perwayangan. Pertunjukan wayang kulit sampai saat ini tetap digemari sebagai tontonan yang menarik, biasanya disajikan semalam suntuk.



c.       WAYANG WONG

Wayang Wong berarti wayang yang diperankan oleh manusia. Ceritanya juga hampir sama dengan cerita-cerita pada wayang kulit namun dalangnya disamping sebagai piƱata cerita tetapi juga sekaligus sebagai sutradara panggung.




d.      WAYANG THENGUL / WAYANG GOLEK

Wayang Thengul/Wayang Golek adalah wayang berbentuk boneka dari kayu. ceritanya berasal dari kisah Menak. Orang suka menonton wayang ini karena gerakan-gerakan boneka kayu yang didandani persis manusia ini sangat mirip dengan gerakan orang.



e.      WAYANG KLITHIK

Wayang ini dibuat dari kayu papan dan nama ini berasal dari suara klithik-klithik sewaktu dimainkan dan biasanya ceritanya adalah Damarwulan.


f.        LANGEN MANDRA WANARA

Langen Mandra Wanara yang merupakan kombinasi antara berbagai jenis tarian, tembang, drama dan irama gamelan adalah salah satu bentuk kesenian tradisional Yogyakarta. Karakteristik tarian ini adalah para penarinya berdiri dengan lutut atau jengkeng sambil berdialog dan menyanyi ‘mocopat’. Cerita langen mandra wanara diambil dari kisah ramayana dengan lebih banyak menampilkan wanara/kera.

g.       KETHOPRAK

Kethoprak adalah kesenian tradisional yang penyajiannya dalam bahasa Jawa ceritanya bermacam-macam berisi dialog tentang sejarah sampai cerita fantasi serta biasanya selalu didahului dengan tembang Jawa. Kostum dan dandanannya menyesuaikan dengan adegan dan jalan cerita serta selalu diiringi dengan irama gamelan dan keprak.



h.      KARAWITAN

Musik gamelan tradisional Jawa yang dimainkan oleh sekelompok Wiyaga dan diiringi oleh nyayian dari Waranggono dan Wiraswara biasanya disebut ‘Uyon-uyon’, sedangkan kalau tanpa diiringi oleh nyayian dari Waranggono atau Wiraswara disebut ‘Soran’.



i.         JATHILAN

Merupakan tarian yang penarinya menggunakan kuda kepang dan dilengkapi unsur magis. Tarian ini digelar dengan irinhgan beberapa jenis alat gamelan seperti Saron, kendang dan gong.

j.        SENDRATARI RAMAYANA

Salah satu sendratari yang terkenal adalah sendratari Ramayana. Sendratari Ramayana mempunyai keistimewaaan tersendiri karena ceritanya mengisahkan antara pekerti yang baik (ditokohkan oleh Sri Rama dari negara Ayodyapala) melawan sifat jahat yang terjelma dalamdiri Rahwana (Maharaja angkara murka dari negara Alengka)

Sendaratari Ramayana dipentaskan di Panggung Terbuka Prambanan secara rutin pada bulan Meisampai Oktober, masing-masing dalam 4 (empat) episode yaitu :

Episode satu: Hilangnya Dewi Shinta

Episode dua:Hanoman Duta

Episode Ketiga:Kumbokarno Leno atau gugurnya Pahlawan Kumbokarno

Episode Keempat: Api suci




k.       TARI KREASI BARU

Seni Tari dan seni Karawitan Jawa berkembang terus dengan munculnya tata gerak tari (koreografi) dan iram-irama baru. Salah seorang perintis tari kreasi baru adalah seniman Bagong Kusudiarjo, padepokannya terletak di daerah Gunung Sempu, Kabupaten Bantu

·        Sumber