Tugas Softskill II
ama : Hanifah Febrilla
NPM : 14214761
Kelas : 1EA28
Universitas Gunadarma
· Kebudayaan
diri sendiri
Daerah istimewa Jogjakarta
(Yogyakarta) adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula
mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran
yang sebelumnya merupakan enclave di Yogyakarta.
Pemerintah daerah istimewa
Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari tahun 1945 bahkan sebelum tahun
tersebut. Bebarapa minggu setelah proklamasi 17 agustus 1945, atas desakan
rakyat dan setelah melihat kondisi yang ada, Hamengkubuono IX mengeluarkan
dekrit kerajaan yang dikenal dengan amanat 5 september 1945. Isi dekrit
tersebut adalah “integrasi monarki Yogyakarta kedalam republic Indonesia.
Dekrit dengan isi yang sama juga dikeluarkan oleh Paku Alam VII I pada hari
yang sama.
Daerah istimewa Jogjakarta
memiliki berbagaimacam budaya, dari kesenian contohnya tarian, seni rupa, seni
music dan yang lainnya. DIYogyakarta sendiri juga memiliki berbagai macam adat
dan tradisi, upacara adat adalah salah satu kebudayaan yang sampai saat ini
masih sering dilakukan oleh masyarakan DIYogyakarta. Dari bahasa daerahnya
sendiri, DIYogyakarta
merupakan pusat bahasa dan sastra jawa.
· Budaya Adat
DI Yogyakarta
Bila kita membahas ini, akan
terpusat pada adat istiadat dan budaya yang ada di Kraton Yogyakarta yang
merupakan pusat budaya Yogyakarta khususnya.
Pada perjanjian Giyanti tahun 1755 yang secara
politis terbelahnya kerajaan Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan
Kasultanan Yogyakarta, juga menyangkut perjanjian budaya antara Sunan Paku
Buwono III dengan Sultan Hamengku Buwono I, yaitu antara lain bahwa Kasultanan Yogyakarta
tetap melestarikan budaya Mataram Islam , sedangkan Surakarta mengadakan
modifikasi meski masih berpijak pada budaya Mataram Islam. Adapun yang akan
kita bahas di sini adalah tentang upacara adat dan budaya di Kraton Yogyakarta,
yang terdiri atas:
1. Upacara
Inisiasi, yang terdiri atas:
a. Parasan
Yaitu upacara potong rambut yang pertama kali
bagi seorang putera sultan. Dilakukan saat bayi berumur selapan (35) hari.
Perlengkapannya a.l.: sajen-sajen, air dengan
bunga setaman, handuk, sabun, alat cukur, dan pakaian bayi.
Jalannya upacara :
Setelah semua perlengkapan siap di tempat
upacara, Sri Sultan hadir dan duduk di atas kasur (Palenggahan Dalem), kemudian
memerintahkan kepada kyai pengulu untuk memulai do’a bagi putera sultan yang
akan di cukur. Setelah do’a selesai, segera Sri Sultan mencukur rambut
puteranya, dilanjutkan oleh ibunya hingga selesai. Rambut selanjutnya ditanam,
setelah itu, bayi segera dimandikan dengan air bunga dan diberi pakaian yang
bagus, dan upacarapun selesai.
b. Tedhak Siten
Yaitu upacara menginjak tanah yang pertama
kali. Dilakukan bila anak berusia 7,8, atau 9 bulan bila anak sudah mulai
berdiri.
Perlengkapannya a.l.: sajen-sajen, air bunga
setaman, handuk, sabun, alat mandi, tangga (ondho) dari pohon tebu, alat-alat
tulis, uang, mainan, yang semua ini diletakkan di dalam kurungan (sangkar) yang
khusus dan dihias dengan bunga.
Jalannya upacara :
Setelah Sri Sultan hadir, segera upacara di
mulai dari do’a kyai pengulu. Selesai do’a, anak beserta emban (Inang Pengasuh)
masuk dalam kurungan. Anak dibimbing untuk memilih benda-benda yang ada di
dalam kurungan. Bila anak memilih uang, ia dianggap kelak akan menjadi orang
kaya. Kemudian sianak dibimbing untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu.
Selanjutnya si anak di mandikan dengan air bunga. Setelah selesai, ibu dari si
anak menyebar udhik-udhik, yaitu berupa uang logam dan beras kuning.
Terkadang upacara ini dilanjutkan dengan upacara
Panggangan, yaitu anak menarik pisang saja dengan jumlah lirang genap
bertongkatkan ayam (ingkung) yang disunduk sebagai teken saat berjalan yang
pertama.
c. Supitan
Yaitu upacara sunatan
Perlengkapannya a.l.: krobongan (ruang
berbentuk segi empat ditutup dengan kain sutra putih yang didalamnya ada sebuah
kursi dan sajen-sajen). Pakaian: kepala dengan songkok (bagi putera permaisuri)
atau puthut, baju bludiran tanpa lengan, kamus dan timang, kain pradan.
Jalannya upacara :
Setelah segalanya siap, Sri Sultan
memerintahkan kepada Narpa Cundhaka (ajudan) untuk memanggil putera yang akan
disunat. Dengan dibimbing oleh seorang Pangeran dan beberapa orang pembawa alat
perlengkapan yaitu kebut, ode kollonye, sapu tangan, minum dan cengkal perak,
ia langsung masuk kedalam krobongan untuk disunat. Namun sebelumnya ia di
do’akan terlebih dahulu. Begitu disunat, dihormati dengan bunyi gamelan Kodhok
Ngorek. Setelah selesai ia langsung caos bekti (sungkem) kepada Sri Sultan.
Setelah sungkem ia kembali ke Kasatriyan untuk beristirahat. Dan upacara
selesai.
d. Tetesan
Yaitu upacara sunatan bagi perempuan.
Dilaksanakan setelah menempuh usia 8 tahun.
Perlengkapannya a.l.: 2 buah krobongan,
sajen-sajen, perlengkapan mandi dan pakaian kebesaran.
Jalannya upacara :
Setelah segala perlengkapan siap, Sri Sultan
hadir dan memerintahkan kyai pengulu untuk mendo’akan puteri yang akan disunat.
Usai berdo’a, puteri dibopong oleh seorang emban masuk dalam krobongan dan di
sunat oleh seorang bidan. Setelah selesai lalu ia dimandikan di krobongan yang
lain dengan air bunga serta dirias dengan busana berkain sabuk wala pradan.
Selanjutnya ia caos bekti (sungkem) kepada Sri Sultan.
e. Tarapan
Yaitu upacara yang diadakan saat puteri
menstruasi pertama.
Perlengkapannya a.l.: krobongan, sajen-sajen,
perlengkapan mandi, dan busana.
Jalannya upacara :
Setelah semua siap, Sri Sultan Hadir dan
menyuruh kyai pengulu untuk berdo’a. Puteri dimandikan dalam krobongan dengan
air bunga. Setelah selesai ia dirias dengan menggunakan pakaian kebesaran
berupa pinjungan dengan kain batik pradan. Selanjutnya ia sungkem kepada Sri
Sultan, dan upacarapun selesai.
f. Perkawinan
Upacara yang berhubungan dengan perkawinan
dilakukan selama beberapa hari, dimulai dengan :
· Upacara Nyanti: calon menantu Sri Sultan
masuk ke Kraton untuk di sangker (karantina). Bagi pria menginap di Dalem
Kasatriyan dan wanita di Emper Bangsal Prabeyaksa.
· Hari berikutnya diadakan Upacara Siraman:
memandikan calon pengantin. Bagi pria bertempat di Gedhong Pompa Dalem
Kasatriyan dan wanita bertempat di kamar mandi Dalem Sekar Gedhatonan.
· Malam harinya di adakan Upacara Midadareni.
Pada malam ini bagi calon mempelai wanita di adakan Upacara Tantingan, yaitu
menanyakan kepada calon mempelai wanita apakah sudah siap melaksanakan Upacara
Pernikahan dengan calon suaminya. Bagi puteri Sri Sultan yang melakukan
penantingan adalah Sri Sultan sendiri. Sedangkan bagi calon mantu Sri Sultan
yang melakukan adalah orang tuanya sendiri.
· Pagi harinya diadakan Upacara Akad Nikah di
Masjid Panepen.
· Siang harinya diadakan Upacara Panggih yang
berlangsung di Tratag Bangsal Kencana dengan pakaian kebesaran pengantin corak
basahan. Selesai upacara ini diadakan Upacara Pondhongan (Bila menantu Sultan
itu pria).
· Sore harinya diadakan Upacara Kirab
mengelilingi benteng.
· Malam harinya diadakan Upacara Resepsi.
· Pagi harinya diadakan Upacara Pamitan: yaitu
kedua pengantin pamit kepada Sri Sultan Untuk pulang ke rumah pengantin pria,
di luar Kraton.
2. Siraman Pusaka
Yaitu Upacara membersihkan segala bentuk
pusaka yang menjadi milik Kraton. Diadakan setiap bulan Suro pada hari Jum’at
Kliwon atau Selasa Kliwon dari pagi hingga siang hari. Biasanya dilakukan
selama dua hari. Adapun bentuk pusaka yang dibersihkan antara lain: tombak,
keris, pedang, kereta, ampilan (banyak dhalang sawunggaling), dan lain-lain.
Pusaka yang dianggap paling penting yaitu:
tombak K.K. Ageng Plered, keris K.K. Ageng Sengkelat, kereta K. Nyai Jimat.
Khusus Sri Sultan membersihkan K.K. Ageng Plered dan Kyai Ageng Sengkelat,
setelah itu selesai baru pusaka yang lain dibersihkan oleh para Pangeran, Wayah
Dalem dan Bupati.
3. Ngabekten
Yaitu Upacara Sungkem dari para kerabat Kraton
Yogyakarta. Upacara ini diadakan setiap bulan syawal bersamaan dengan perayaan
Idul Fitri. Upacara ini dilaksnakan selama dua hari. Sri Sultan menerima permohonan
ma’af dari para kerabat Kraton yakni para Bupati, Pangeran, Tentana Dalem
(wayah, buyut, dan canggah) kaji, dan wedana. Upacara ini dilaksanakan di
Bangsal Kencana dan di Emper Bangsal Prabayeksa. Untuk para pangeran, bupati,
pengulu dan kaji serta wedana dilaksanakan di Bangsal Prabayeksa Kencana. Untuk
para sentana dalem pria di Emper Bangsal Prabeyaksa. Untuk sentana dalem
perempuan di Tratag Bangsal Prabeyaksa.
4. Sekaten
Perayaan sekaten diadakan pada bulan Maulud
atau bulan Robiul Awal, dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi Muhammad
SAW, dilangsungkan selama 6 hari berturut-turut, dimulai tanggal 6 s.d. 12
bulan Maulud. Dalam perayaan sekaten ini dimainkan dua perangkat gamelan pusaka
yang dikenal dengan nama K.K. Gunturmadu dan K.K. Nagawilaga atau juga disebut
K.K. Sekati.
Sementara itu di alun-alun utara diadakan
keramaian dengan berbagai pertunjukkan hiburan dan pameran..
Pertama-tama gamelan sekaten dibunyikan di
Bangsal Ponconiti, kira-kira jam 00.00 WIB kedua gamelan diusung ke Masjid
Besar sebelah barat alun-alun dan diletakkan di Bangsal Pagengan sebelah utara
dan selatan. Dan selanjutnya gamelan tersebut ditabuh setiap hari kecuali hari
jum’at.
Pada tanggal 12 Rabiul Awal, Sri
Sultan hadir di Masjid Besar langsung menuju ke tempat gamelan dan menyebar
udhik-udhik kearah gamelan dan masyarakat yang hadir di situ. Kemudian Sri
Sultan masuk ke Masjid Besar untuk mendengarkan riwayat Nabi Muhammad SAW yang
dilakukan oleh K. Pengulu. Tepat pada pukul 00.00 Sri Sultan kembali ke Kraton.
Sepulangnya beliau, gamelan sekaten juga dikembalikan ke dalam Kraton.
Pada pagi harinya diadakan Upacara Grebeg.
Pada upacara ini dikeluarkan Gunungan dari Keraton yang di bawa ke Masjid Besar
dan ke Pakualaman. Gunungan ini terdiri dari Gunungan Jantan, Betina, Darat,
Pawuhan, Gepak, dan Kutuk. Pada grebeg Maulud tahun Dal, semua gunungan itu
dikeluarkan.
5. Labuhan
Upacara ini diadakan setiap peringatan
Jumenengan Dalem ke Parangkusumo.
6. Busana
Di dalam Keraton Yogyakarta berlaku suatu
peraturan secara turun temurun apabila mereka masuk Kraton, yaitu:
a. Bagi Perempuan
Berkain wiron, berangkin (kemben) yang
dikenakan dengan cara ”ubet-ubet”, gelung tekuk, tanpa baju dan tanpa alas
kaki.
b. Bagi Laki-laki
Berblangkon, baju pranakan, kain batik dengan
cara wiron engkol, berkeris (Bagi yang berpangkat bekel ke atas), dan tanpa
alas kaki.
Pakaian tersebut di atas digunakan
sehari-hari. Bila ada acara, mempunyai aturan tersendiri, berlaku bagi kerabat
keraton, dan tidak berlaku bagi wisatawan.
·
Bahasa
Di dalam Kraton Yogyakarta bahasa sehari-hari
yang digunakan disebut bahasa bagongan atau bahasa kedhatonan. Terdiri dari 11
(sebelas) kata, yaitu:
- Henggeh artinya inggih atau iya.
- Mboya artinya mboten atau tidak.
- Menira artinya kula atau saya.
- Pekenira artinya panjenengan atau kamu.
- Punapi artinya punapa atau apa.
- Puniki artinya punika atau ini.
- Puniku artinya punika atau itu.
- Wenten artinya wonten atau ada.
- Nedha artinya mangga atau mari.
- Besaos artinya kemawon atau hanya.
- Seyos artinya sanes atau lain.
Bahasa ini mulai berlaku sejak pemerintahan
Sultan Agung Hanyokrokusumo yang memerintah Kerajaan Mataram tahun 1612 -1645,
dan dilanjutkan Sultan Hamengku Buwono I yang memerintahkan Kraton Yogyakarta
tahun 1755. Bahasa ini berlaku bagi kerabat kraton bila di dalam Kraton. Mereka
berbahasa Krama Inggil khusus hanya kepada Sultan saja, dan Sultan berbahasa
Ngoko pada semua kerabat, kecuali pada saudara Sultan yang lebih tua digunakan
bahasa Krama Inggil.
·
Kesenian
Yogyakarta
Ada banyak kesenian tradisional
di Jogjakarta atau Jawa. Berikut ini beberapa kesenian jawa tradisional Jawa,
yang juga merupakan budaya Jawa.
a. WAYANG
Wayang dalam bentuk yang asli
merupakan kreasi budaya orang Jawa yang berisi berbagai aspek kebudayaan Jawa.
Wayang sudah ada jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia. Pada
jaman Neolitikum pertunjukan wayang awalnya terdiri atas upacara-upacara keagamaan
yang berlangsung di malam hari untuk persembahan kepada “Hyang”. Pertunjukan
wayang ceritanya menggambarkan jiwa kepahlawanan para nenek moyang yang ada
dalam mitologi.
Pada masa sekarang pertunjukan
wayang sudah sangat berbeda jika dibandingkan dengan pertunjukan yang sama
dimasa lampau. Dahulu wayang digambarkan sesuai dengan wajah nenek moyang.
Orang Jawa gemar sekali menonton
wayang karena ceritanya berisi pelajaran-pelajaran hidup yang sangat berguna
yang dapat dijadikan pedoman dan tuntunan di dalam menjalani hidup di
masyarakat. Berdasarkan cerita dan penyajian kira-kira ada 40 jenis wayang yang
ada di Indonesia, diantaranya wayang beber, wayang klithik, wayang kulit,
wayang krucil dan wayang thengul atau wayang golek. Pementasan wayang selalu
diiringi dengan musik gamelan.
b. WAYANG
KULIT
Wayang kulit biasanya dibuat
dari kulit kerbau atau kulit lembu. Wayang kulit kini telah menjadi warisan
budaya nasional dan sudah sangat terkenal di dunia sehingga banyak orang asing
yang datang dan mempelajari seni perwayangan. Pertunjukan wayang kulit sampai
saat ini tetap digemari sebagai tontonan yang menarik, biasanya disajikan
semalam suntuk.
c. WAYANG
WONG
Wayang Wong berarti wayang yang
diperankan oleh manusia. Ceritanya juga hampir sama dengan cerita-cerita pada
wayang kulit namun dalangnya disamping sebagai piñata cerita tetapi juga
sekaligus sebagai sutradara panggung.
d. WAYANG
THENGUL / WAYANG GOLEK
Wayang Thengul/Wayang Golek
adalah wayang berbentuk boneka dari kayu. ceritanya berasal dari kisah Menak.
Orang suka menonton wayang ini karena gerakan-gerakan boneka kayu yang
didandani persis manusia ini sangat mirip dengan gerakan orang.
e. WAYANG
KLITHIK
Wayang ini dibuat dari kayu
papan dan nama ini berasal dari suara klithik-klithik sewaktu dimainkan dan
biasanya ceritanya adalah Damarwulan.
f.
LANGEN MANDRA WANARA
Langen Mandra Wanara yang
merupakan kombinasi antara berbagai jenis tarian, tembang, drama dan irama
gamelan adalah salah satu bentuk kesenian tradisional Yogyakarta. Karakteristik
tarian ini adalah para penarinya berdiri dengan lutut atau jengkeng sambil
berdialog dan menyanyi ‘mocopat’. Cerita langen mandra wanara diambil dari
kisah ramayana dengan lebih banyak menampilkan wanara/kera.
g. KETHOPRAK
Kethoprak adalah kesenian
tradisional yang penyajiannya dalam bahasa Jawa ceritanya bermacam-macam berisi
dialog tentang sejarah sampai cerita fantasi serta biasanya selalu didahului
dengan tembang Jawa. Kostum dan dandanannya menyesuaikan dengan adegan dan
jalan cerita serta selalu diiringi dengan irama gamelan dan keprak.
h. KARAWITAN
Musik gamelan tradisional Jawa
yang dimainkan oleh sekelompok Wiyaga dan diiringi oleh nyayian dari Waranggono
dan Wiraswara biasanya disebut ‘Uyon-uyon’, sedangkan kalau tanpa diiringi oleh
nyayian dari Waranggono atau Wiraswara disebut ‘Soran’.
i.
JATHILAN
Merupakan tarian yang penarinya
menggunakan kuda kepang dan dilengkapi unsur magis. Tarian ini digelar dengan
irinhgan beberapa jenis alat gamelan seperti Saron, kendang dan gong.
j.
SENDRATARI RAMAYANA
Salah satu sendratari yang
terkenal adalah sendratari Ramayana. Sendratari Ramayana mempunyai
keistimewaaan tersendiri karena ceritanya mengisahkan antara pekerti yang baik
(ditokohkan oleh Sri Rama dari negara Ayodyapala) melawan sifat jahat yang
terjelma dalamdiri Rahwana (Maharaja angkara murka dari negara Alengka)
Sendaratari Ramayana dipentaskan
di Panggung Terbuka Prambanan secara rutin pada bulan Meisampai Oktober,
masing-masing dalam 4 (empat) episode yaitu :
Episode satu: Hilangnya Dewi
Shinta
Episode dua:Hanoman Duta
Episode Ketiga:Kumbokarno Leno
atau gugurnya Pahlawan Kumbokarno
Episode Keempat: Api suci
k. TARI
KREASI BARU
Seni Tari dan seni Karawitan
Jawa berkembang terus dengan munculnya tata gerak tari (koreografi) dan
iram-irama baru. Salah seorang perintis tari kreasi baru adalah seniman Bagong
Kusudiarjo, padepokannya terletak di daerah Gunung Sempu, Kabupaten Bantu
·
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar